Postingan

Bank di Tahun 2020: Katalisator Program Pemulihan Ekonomi

Gambar
  Media terkenal di Dunia, Time, baru-baru ini mengeluarkan cover yang bertulisan 2020 "The Worst Year Ever" (tahun terburuk yang pernah ada) dengan tanda “X” merah di atas tulisan tersebut. Dari kacamata Time, banyak insinden yang terjadi sepanjang tahun 2020, yaitu Pandemi Covid-19 yang dampaknya diluar ekspektasi dan hingga akhir tahun 2020 masih terjadi, peristiwa kebakaran hutan di Australia dan California, insiden kecelakaan pesawat yang menewaskan bintang Kobe Bryant, serta peristiwa menentang aksi rasial “Black Lives Matter” pecah di hampir seluruh kawasan Paman Sam pada tahun 2020 Di Indonesia sendiri, tahun 2020 akan tercatat dalam sejarah sebagai tahunnya krisis yang sebelumnya terjadi hampir 22 tahun yang lalu atau tahun 1997-1998. Krisisnya Indonesia telah dikonfirmasi dengan pertumbuhan negatif dua triwulan berturut-turut, yaitu minus 5,3 persen year-on-year (yoy) pada Kuartal-II dan minus 3,49 persen pada Kuartal III Tahun 2020. Berbeda dengan krisis sebelumn...

Optimisme Di Tengah Pandemi

Gambar
  Belum genap 5 bulan Covid 19 menjadi Pandemi di Dunia dampak negatif yang ditimbulkan bagi kondisi sosial dan ekonomi sudah sangat terasa. Pandemi Covid membuat kondisi perekonomian Dunia memasuki krisis yang sangat berbeda sumber krisis sebelumnya, yaitu krisis kesehatan. Akibat belum ditemukannya vaksin, saat ini yang bisa dilakukan adalah mencegah atau membatasi pekembangan atas virus tersebut, yaitu dengan cara lock down atau social distancing , karatina, isolasi, dan lainnya. Berbeda dengan krisis keuangan global tahun 2008 di mana penurunan atas harga properti di Amerika Serikat (AS) dan dunia hanya memukul sisi permintaan. Pada krisis kali ini tidak hanya permintaan yang anjlok tapi juga supply yang turun akibat penghentian sementara waktu aktivitas produksi. Akibatnya akivitas supply chain dan daya beli masyarakat terganggu secara bersamaan sehingga magnitud dari krisis kali ini kemungkinan lebih besar dibandingkan tahun 2008.  Di beberapa negara yang perekonomianya...

Likuiditas Ketat dan Tantangan Pertumbuhan Perbankan

Gambar
  Sejak Juli 2018, tingkat rasio pinjaman terhadap simpanan ( Loan to Deposit Rasio /LDR) Perbankan konsisten di atas level 93 persen. Bahkan pada Agustus 2019 tercatat menembus angka di atas 94 persen. Dengan demikian, hingga akhir tahun 2019, tingkat likuiditas Perbankan diperkirakan masih tetap relatif ketat. Faktor ketatnya likuiditas perbankan, salah satunya juga tercermin dengan masih terbatasnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang hanya mencapai 7,62% secara tahunan ( year on year /yoy) di Agustus 2019.  Dengan kondisi tersebut, tentunya membatasi ruang para bankir untuk meningkatkan pertumbuhan kredit sebagaimana diharapkan oleh para stakeholder (pemangku kepentingan). Meskipun demikian, pertumbuhan kredit masih berada di atas pertumbuhan DPK dimana hingga Agustus 2019 pertumbuan kredit perbankan tumbuh sebesar 8,59% (yoy) atau di atas pertumbuhan DPK yang artinya mengerek naik LDR. Hal ini juga dipengaruhi oleh crowding out effect dimana kebijakan fiskal ekspan...

Mencari Sumber Likuiditas Di Musim Kemarau

Gambar
  Rasio kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) atau  Loan to Deposit Rasio (LDR) yang saat ini merupakan salah satu indikator utama likuiditas perbankan terus mengalami kenaikan hingga pada Mei 2019 berada di Level 96,2% atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yaitu sebesar 92%. Kenaikan tingkat LDR terjadi seiring pertumbuhan Kredit yang tidak mampu diimbangi oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Mei 2019, pertumbuhan Kredit sebesar 11,1% sedangkan DPK hanya sebesar 6,28%.  Disisi lain, rasio DPK Perbankan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia relatif masih sangat kecil dibandingkan dengan negara tetangga, yaitu sekitar 38% di Tahun 2018. Tengok saja Singapura, rasio DPK terhadap PDB sekitar 127,5%, Malaysia sekitar 138,2%, Thailand sekitar 82,6% dan Filipina 69,1% Bila dilihat jumlah uang atau dana yang tercipta dari Perekonomian, maka uang yang masuk kedalam perbankan masih sangat terbat...

Penurunan Permintaan Masih Membayangi

Gambar
Sumber: Bisnis Indonesia JAKARTA – Tingkat inflasi pada Oktober diperkirakan relatif rendah bahkan di bawah level yang terjadi pada bulan sebelumnya menyusul masih berlanjutnya penurunan permintaan masyarakat yang mulai terjadi sejak Agustus tahun ini. Pengaruh penurunan permintaan masyarakat tersebut terhadap realisasi inflasi pada Oktober tersebut lebih kuat dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang diatur oleh pemerintah ( administered price ). Berdasarkan survei Bisnis terhadap sembilan lembaga memperlihatkan inflasi Oktober 2016 secara bulanan akan bergerak di kisaran 0,1% dan tahunan sekitar 3,26%.

Ekonom Ramalkan Inflasi Oktober Tembus 0,1 Persen

Gambar
Sumber: CNN Jakarta , CNN Indonesia -- Sejumlah ekonom meramalkan tingkat harga bulan Oktober akan mengalami kenaikan atau inflasi. Pada periode yang sama tahun lalu, tingkat harga mengalami deflasi sebesar 0,08 yang dipicu oleh penurunan harga kelompok bahan makanan. Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memperkirakan, secara bulanan, inflasi Oktober berada di level 0,13 persen ( month-to-month /mtm). Inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga yang diatur pemerintah ( administered prices ) berupa kenaikan tarif kereta api listrik (KRL), tarif listrik, dan tarif tol yang secara keseluruhan menyumbang tambahan inflasi bulanan sekitar 0,05 hingga 0,06 persen.

Dampak implementasi NPG di Indonesia

Gambar
Sumber: Kontan Oleh Akbar Suwardi ( Ekonom Perbankan ) Sistem pembayaran national payment gateway (NPG) menjadi salah satu dari lima inisiatif sistem pembayaran yang diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) pada awal September 2016. Dijelaskan oleh BI bahwa NPG untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan sistem pembayaran yang efisien dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut sangat relevan mengingat banked population di Indonesia hingga saat ini masih di bawah 30% dan total simpanan terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar 40%. Di sisi lain, sistem pembayaran adalah kunci dari efektivitas implementasi kebijakan moneter. Karena melalui transaksi pasar uang, kebijakan moneter dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan keuangan. Oleh sebab itu terciptanya sistem pembayaran yang efektif dan efisien sesuatu hal yang sangat diperlukan.