Postingan

Entri yang Diunggulkan

Loan provisions: A strategy for sustainability during uncertainty

Gambar
    Indonesia’s economic growth was contracted by 2.07 percent (yoy) by 2020 with the peak of the recession of 5.32 percent in the second quarter of 2020. Meanwhile, Indonesian Banking Industry also recorded negative growth for loans and profitability. Non-performing loans and loans at risk were rising, hence banks have significantly increased their loan loss provisions or allowance for impairment losses (CKPN). In theory, loan loss provision has a vital role in maintaining the soundness of a bank in fulfilling the intermediary function. When a bank disbursed loans to customers, it will be exposed to credit risk – the risk that the borrower may not pay back the loan. To offset this credit risk, banks have to provide credit loss provision. This provision illustrates an estimate of the expected loss of the loan. In December 2020, the absolute value of loan loss provision for Indonesian Bank recorded at Rp304.2 trillion, an increase of 84.7 percent compared to December 2019 of Rp164,7 tri

Bank di Tahun 2020: Katalisator Program Pemulihan Ekonomi

Gambar
  Media terkenal di Dunia, Time, baru-baru ini mengeluarkan cover yang bertulisan 2020 "The Worst Year Ever" (tahun terburuk yang pernah ada) dengan tanda “X” merah di atas tulisan tersebut. Dari kacamata Time, banyak insinden yang terjadi sepanjang tahun 2020, yaitu Pandemi Covid-19 yang dampaknya diluar ekspektasi dan hingga akhir tahun 2020 masih terjadi, peristiwa kebakaran hutan di Australia dan California, insiden kecelakaan pesawat yang menewaskan bintang Kobe Bryant, serta peristiwa menentang aksi rasial “Black Lives Matter” pecah di hampir seluruh kawasan Paman Sam pada tahun 2020 Di Indonesia sendiri, tahun 2020 akan tercatat dalam sejarah sebagai tahunnya krisis yang sebelumnya terjadi hampir 22 tahun yang lalu atau tahun 1997-1998. Krisisnya Indonesia telah dikonfirmasi dengan pertumbuhan negatif dua triwulan berturut-turut, yaitu minus 5,3 persen year-on-year (yoy) pada Kuartal-II dan minus 3,49 persen pada Kuartal III Tahun 2020. Berbeda dengan krisis sebelumn

Optimisme Di Tengah Pandemi

Gambar
  Belum genap 5 bulan Covid 19 menjadi Pandemi di Dunia dampak negatif yang ditimbulkan bagi kondisi sosial dan ekonomi sudah sangat terasa. Pandemi Covid membuat kondisi perekonomian Dunia memasuki krisis yang sangat berbeda sumber krisis sebelumnya, yaitu krisis kesehatan. Akibat belum ditemukannya vaksin, saat ini yang bisa dilakukan adalah mencegah atau membatasi pekembangan atas virus tersebut, yaitu dengan cara lock down atau social distancing , karatina, isolasi, dan lainnya. Berbeda dengan krisis keuangan global tahun 2008 di mana penurunan atas harga properti di Amerika Serikat (AS) dan dunia hanya memukul sisi permintaan. Pada krisis kali ini tidak hanya permintaan yang anjlok tapi juga supply yang turun akibat penghentian sementara waktu aktivitas produksi. Akibatnya akivitas supply chain dan daya beli masyarakat terganggu secara bersamaan sehingga magnitud dari krisis kali ini kemungkinan lebih besar dibandingkan tahun 2008.  Di beberapa negara yang perekonomianya didomina

Likuiditas Ketat dan Tantangan Pertumbuhan Perbankan

Gambar
  Sejak Juli 2018, tingkat rasio pinjaman terhadap simpanan ( Loan to Deposit Rasio /LDR) Perbankan konsisten di atas level 93 persen. Bahkan pada Agustus 2019 tercatat menembus angka di atas 94 persen. Dengan demikian, hingga akhir tahun 2019, tingkat likuiditas Perbankan diperkirakan masih tetap relatif ketat. Faktor ketatnya likuiditas perbankan, salah satunya juga tercermin dengan masih terbatasnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang hanya mencapai 7,62% secara tahunan ( year on year /yoy) di Agustus 2019.  Dengan kondisi tersebut, tentunya membatasi ruang para bankir untuk meningkatkan pertumbuhan kredit sebagaimana diharapkan oleh para stakeholder (pemangku kepentingan). Meskipun demikian, pertumbuhan kredit masih berada di atas pertumbuhan DPK dimana hingga Agustus 2019 pertumbuan kredit perbankan tumbuh sebesar 8,59% (yoy) atau di atas pertumbuhan DPK yang artinya mengerek naik LDR. Hal ini juga dipengaruhi oleh crowding out effect dimana kebijakan fiskal ekspansif oleh

Mencari Sumber Likuiditas Di Musim Kemarau

Gambar
  Rasio kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) atau  Loan to Deposit Rasio (LDR) yang saat ini merupakan salah satu indikator utama likuiditas perbankan terus mengalami kenaikan hingga pada Mei 2019 berada di Level 96,2% atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yaitu sebesar 92%. Kenaikan tingkat LDR terjadi seiring pertumbuhan Kredit yang tidak mampu diimbangi oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Mei 2019, pertumbuhan Kredit sebesar 11,1% sedangkan DPK hanya sebesar 6,28%.  Disisi lain, rasio DPK Perbankan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia relatif masih sangat kecil dibandingkan dengan negara tetangga, yaitu sekitar 38% di Tahun 2018. Tengok saja Singapura, rasio DPK terhadap PDB sekitar 127,5%, Malaysia sekitar 138,2%, Thailand sekitar 82,6% dan Filipina 69,1% Bila dilihat jumlah uang atau dana yang tercipta dari Perekonomian, maka uang yang masuk kedalam perbankan masih sangat terbatas. Misal di t