Menanti Investasi Berkualitas Tinggi

Oleh Akbar Suwardi
( Ekonom Perbankan ) 
Kontan_Akbar Suwardi Meskipun tidak setinggi yang diperkirakan oleh pemerintah dan otoritas sebesar 5,30%, tingkat pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 yang tercatat sebesar 4,92% sudah bagus. Lebih rendahnya realisasi tingkat pertumbuhan ekonomi daripada yang diperkirakan pemerintah otomatis membuat para investor sedikit kecewa sehingga men-discount beberapa indeks yang sebelumnya tercatat menguat. Alhasil nilai IHSG, nilai tukar, dan harga investasi pada pertengahan Mei sedikit mengalami pelemahan.

Pertumbuhan kuartal I 2016 memang lebih rendah bila dibandingkan dengan kuartal IV 2015 (5,04%), namun pertumbuhan tersebut jauh lebih baik dari kuartal I tahun 2015 yang sebesar 4,74%. Disamping itu, dibandingkan dengan negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih relatif lebih baik.



Dilihat dari sisi pengeluaran maka dua faktor terbesar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 adalah konsumsi dan investasi. Konsumsi dan investasi dapat menyumbang sebesar 2,8% dan 1,8% untuk pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, kedua faktor tersebut harus tetap dijaga dan ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Pada kuartal ini, share konsumi terhadap PDB tercatat diatas 55%, sangat besar. Tidak ada yang salah dengan presentase konsumsi yang besar terhadap PDB, sebaliknya hal ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik. Kondisi ini yang tidak ada di negara-negara maju yang sedang mengalami penurunan tingkat konsumsinya, seperti Jepang dan Uni Eropa.

Semenjak 2010 share investasi terhadap PDB sudah diatas 30 persen, sebelumnya dari tahun 1999-2010 share investasi terhadap PDB hanya berkisar 20%-28%. Setelah tahun 2010, beberapa kali pertumbuhan investasi jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi. Misalnya pada tahun 2011 dan 2012 pertumbuhan investasi tercatat sebesar 8,86% dan 9,13%, sedangkan pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 6,17% (2011) dan 6,03% (2012).

Hal yang sama terjadi pada kuartal I tahun 2016 pertumbuhan investasi tercatat lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa tingkat pertumbuhan investasi tidak dapat memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara total dan apakah investasi yang dilakukan selama ini efisien dan berkualitas.

Investasi yang High Quality
Salah satu cara menilai apakah sebuah investasi efisien atau tidak adalah dengan melihat nilai ICORnya. ICOR atau Incremental Capital Output Ratio merupakan suatu indeks yang dapat menggambarkan kebutuhan investasi terhadap peningkatan 1% Produk Domestik Bruto (PDB) pada sebuah negara.

Sebagai contoh, apabila nilai ICOR suatu negara sebesar 5,0% maka untuk meningkatkan PDB sebesar 1% membutuhkan kenaikan investasi hingga 5,0%. Semakin tinggi nilai ICOR semakin kecil pengaruh investasi dalam menghasilkan output untuk perekonomian. Dapat dikatakan pula bahwa semakin tinggi nilai ICOR maka suatu investasi kualitasnya rendah dan tidak efisien karena tidak dapat menghasilkan output yang optimal.

Menurut kajian yang dilakukan oleh World Bank tahun 2014, Development Policy Review: Indonesia: Avoiding the Trap, standar nilai internasional ICOR suatu negara yang efisien berkisar antara 3%-4%. Berdasarkan kajian tersebut pertumbuhan investasi di Indonesia mulai mengalami perbaikan setelah krisis Asia, namun tidak untuk produktivitasnya.

Dari tahun 2011-2014, nilai ICOR Indonesia berada di 6,7%. Hal tersebut berbeda jauh bila dibandingkan dengan negara ASEAN terdekat seperti Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang nilai ICORnya berada di antara 3%-4%. Tingkat produktivitas investasi tersebut juga sangat berbeda jauh bila dibandingkan dengan awal tahun 1990an dan tahun 2000an yang berada di antara 4,0%-5,0%.

Menurut Prof. Sumitro, begawan ekonomi, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas (efisiensi) dari investasi. Pertama, terdapat kelemahan teknis dalam perencanaan, penyelenggaran, dan perawatan proyek-proyek investasi. Kedua, Investasi infrastruktur yang bersifat slow yielding dan low yielding. Ketiga, iklim institusional yang kurang baik, yaitu penyimpangan dan penyelewengan atas investasi yang direncanakan.

Meskipun Prof. Sumitro berpendapat di tahun 1990an, faktor tersebut masih relevan saat ini. Sehingga perencanaan yang baik, prioritas investasi, serta transparansi dalam merealisasikan investasi harus segera dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi investasi.

Tidak efisien dan kurang berkualitasnya investasi membuat tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi diperlukan untuk untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diinginkan. Hal ini sangat sulit untuk dicapai karena dalam meningkatkan investasi diperlukan modal yang sangat besar, baik dari pemerintah ataupun swasta.

Kondisi investasi yang tidak efisien dan kurang berkualitas juga dapat dilihat dengan bukti bahwa investasi yang terjadi saat ini lebih besar mendorong produksi untuk konsumsi dalam negeri bukan mendorong produk untuk diekspor. Dari tahun 2010, tingkat pertumbuhan investasi memiliki korelasi yang sangat tinggi terhadap tingkat pertumbuhan impor sebesar 65%, sebaliknya korelasi terhadap pertumbuhan ekspor sangat terbatas hanya sebesar 23%. Oleh sebab itu, perlu ditegaskan bahwa investasi yang dilakukan kedepannya harus efisien dan memiliki kualitas yang tinggi, sehingga memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Random Effect Model (REM)

Linear Probability Model (LPM), Logit Model, dan Probit Model (Normit Model) dengan STATA (2011)

Pooled Least Square (PLS)