Meninjau Dampak BI-rate Terhadap Industri
Oleh Akbar Suwardi
( Ekonom Perbankan )
Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Bulan Juli 2014 memutuskan tetap mempertahankan BI Rate di level 7,50. Kebijakan tersebut merupakan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015 serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Seperti diketahui, angka BI-rate dilevel tersebut sudah berlangsung selama 8 bulan (semenjak November 2013), namun menjadi pertanyaan besar apakah sudah efektif sesuai dengan tujuannya? dan bagaimana dampaknya terhadap industri, khususnya industri perbankan dan industri manufaktur?
Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Bulan Juli 2014 memutuskan tetap mempertahankan BI Rate di level 7,50. Kebijakan tersebut merupakan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015 serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Seperti diketahui, angka BI-rate dilevel tersebut sudah berlangsung selama 8 bulan (semenjak November 2013), namun menjadi pertanyaan besar apakah sudah efektif sesuai dengan tujuannya? dan bagaimana dampaknya terhadap industri, khususnya industri perbankan dan industri manufaktur?
Dilihat dari inflasi, pada
bulan Juni 2014 tercatat sebesar 6,70% (yoy) sudah jauh lebih kecil dari pada bulan
Mei 2014
yang tercatat sebesar 7,32% (yoy). Total inflasi sampai dengan Juni 2014 tercatat hanya sebesar 1,98%, jauh lebih kecil
bila dibandingkan dengan tahun 2013 (3,31%) dengan periode yang sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa menahan BI-rate di
level
saat ini efektif untuk menurunkan inflasi. Dapat
diprediksikan nilai inflasi sampai akhir tahun 2014 sekitar 5%.
Dari sisi neraca berjalan, tercatat rasio neraca berjalan terhadap PDB di kuartal I 2014 sebesar -2,1 % atau sama besarnya dengan tingkat defisit di kuartal IV 2013. Rasio neraca berjalan terhadap PDB sebelumnya sempat mencapai titik tertinggi di kuartal II 2013, yaitu mencapai -4,5% dan mulai menunjukkan tren penurunan di kuartal berikutnya seiring dengan peningkatan BI-rate dan bertahan di level yang sekarang. Dapat dikatakan juga bahwa menahan BI-rate juga efektif menurukan defisit neraca berjalan terhadap PDB.
Disamping pencapaian itu, kebijakan moneter konstraksi yang dilakukan terbukti dapat juga menekan tingkat
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi kuartal I 2014 tercatat sebesar 5,21% (yoy) jauh lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan
kuartal
IV 2013 sebesar
5,72% (yoy). Seperti diketahui tingkat pertumbuhan kuartal I 2014 jauh lebih rendah dari
perkiraan awal oleh pemerintah, Bank Indonesia dan para analis.
Dampak Terhadap
Industri
Perlu disadari bertahannya BI-rate di level 7,50% selama 8 bulan tidak hanya berdampak pada sisi indikator makro ekonomi
saja.
Dampak makroekonomi merupakan dampak akhir yang mudah dilihat secara data.
Secara rill dampaknya dapat dilihat pada industri perbankan dan industri
manufaktur.
Dari sisi perbankan, ditengah
tren pertumbuhan kredit yang selalu lebih besar daripada pertumbuhan DPK
naikknya BI-rate dan bertahan di
level 7,5% membuat tingkat pertumbuhan kredit dan DPK semakin tertekan.
Ditengah tingkat pertumbuhan kredit yang selalu lebih tinggi mengakibatkan LDR
perbankan nasional tembus 90% dari awal tahun 2014. LDR dan tingkat suku
bunga tinggi membuat kenaikan biaya dana (cost
of fund) di perbankan nasional meningkat
akibatnya tidak dapat dihindarkan perang
perebutan dana semakin memanas. Bila kondisi ini
terus berlanjut pada akhir dapat menekan net interest margin (NIM) sehingga dapat mempengaruhi profitability perbankan karena menggerus perolehan laba.
Disisi lain, setelah
meningkatnya biaya dana yang diperoleh
perbankan mengakibatkan suku bunga kredit yang diberikan ke swasta (industri).
Padahal dari sisi internal, industri
domestik masih dihadapkan pada membengkaknya biaya produksi yang timbul akibat
naiknya upah, tarif dasar listrik, dan mahalnya
bahan baku impor. Dari sisis eksternal, perlambatan ekonomi global dan domestik dapat
mengakibatkan menurunnya permintaan. Sehingga tidak begitu mengejutkan
apabila pada April 2014 tercatat oleh OJK bahwa NPL sektor industri manufaktur mencapai sebesar Rp.11,55 tirliun atau
jauh lebih tinggi dari pada April 2013 yang tercatat sebesar Rp.9,80 triliun. Dan angka ini
berpotensi meningkat apabila tekanan ke Industri manufaktur masih tetap kuat
seperti sekarang ini.
Solusi
jangka panjang
Apabila BI-rate ditunjukkan sebagai instrument
moneter untuk mencapai tingkat inflasi dan defisit neraca berjalan yang sehat
tentu saja akan memiliki efek pengaruhnya yang cepat. Namun, perlu diingat cost
atas dampak kebijakan tersebut juga tinggi. Efek dari kebijakan itu yang harus
ditanggung oleh industri dan perbankan juga besar. Terlebih lagi bila tidak ada
sikronisasi kebijakan antara Bank sentral dan pemerintah sehingga dapat membuat
tekanan ke sektor industri semakin berat. Lalu bagaimana industri dapat
bersaing ketika MEA 2015 sudah dimulai?
Sudah saatnya dicari solusi
yang dapat menyelesaikan permasalahan tingginya tingkat inflasi dan defisitnya
neraca berjalan yang komperhensif sehingga menyelesaikan permasalahan untuk
jangka panjang. Seperti pengelolaan yang baik atas pendistribusian bahan-bahan
pokok dengan memaksimalkan kemabali peran Bulog di daerah-daerah, memperbaiki
infratruktur jalan, dan membangun infrastruktur transportasi publik sesuai
dengan kondisi geografis.
Meskipun neraca perdagangan
masih defisit dengan total inflasi sampai dengan Juni 2014 hanya sebesar 1,98% perlu dikaji oleh BI untuk mulai menurunkan BI-rate. Terlebih lagi
sebelum kebijakan suku bunga rendah The Fed akan berakhir karena dengan
diturunkan BI-rate kedepannya dapat menjadi “amunisi” Bank Sentral untuk menahan dorongan capital
outflow. Disisi lain,
mengingat tekanan yang terjadi di level industri (mikro) dan perbankan yang
semakin kuat dengan menurunnya BI-rate diharapkan dapat menjadi angin sejuk sehingga pelemahan pertumbuhan
ekonomi yang terjadi saat ini dapat ditahan.
* Telah diterbitkan oleh Koran Kontan, Kamis, 07Agustus 2014.
--||--
Komentar
Posting Komentar