Kinerja Sektor Industri Manufaktur Memasuki MEA 2015

Oleh Akbar Suwardi
( Ekonom Perbankan ) 

Selama ini, sektor yang memiliki konstribusi paling besar terhadap perekonomian Indonesia adalah sektor Industri Manufaktur (Pengolahan). Hal tersebut dapat dilihat besarnya kontribusi sektor Industri Manufaktur Non Migas terhadap PDB Nasional dari tahun 2008-2013 rata-rata lebih dari 25 persen. Pada tahun 2009, akibat struktur perekonomian Indonesia yang belum kokoh serta daya saing produk manufaktur Indonesia yang masih lemah membuat kinerja Industri Manufaktur Indonesia sangat tertekan atas krisis ekonomi yang melanda negara maju dimana hanya tumbuh 2,21 persen. Lalu bagaimana dengan kinerja sektor Industri Manufaktur dalam menyosong era MEA 2015 yang mulai berlaku pada 31 Desember 2015? Cabang Industri Manufaktur manakah yang memiliki kinerja baik selama ini? Apabila besarnya investasi/penanaman modal dapat menjadi indikator prospektifnya suatu cabang industri dimata investor, maka cabang Industri Manufaktur mana yang paling banyak besar investasi/penanaman modal barui? Bagaimana perkembangan kredit yang disalurkan oleh perbankan untuk Industri Manufaktur?

Kondisi Umum Industri Indonesia
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam laporannya (Industrial Development Report 2013) menyatakan bahwa Competitive Industrial Performance (CIP) Indonesia berada pada rangking 38 dari 135 negara, jauh dibawah beberapa negara Asia lainnya, yaitu Jepang (1), Korea (4), Singapura (6), Malaysia (21), dan Thailand (23). Terdapat dua faktor besar yang menyebabkan rendahnya daya saing Indonesia.
1.      Faktor eksternal antara lain birokrasi yang belum pro-bisnis/industri, keterbatasan dan belum meratanya infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas), masalah kepastian hukum, suku bunga perbankan yang relatif masih tinggi bila dibandingkan negara Asean lainnya, insentif fiskal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan oleh negara Asean lainnya (pengurangan pajak ekspor, penunurna pajak barang mentah dan teknologi).
2.      Faktor internal karena lemahnya struktur klaster industri (industrial cluster), yaitu lemahnya keterkaitan antar industri, baik antara industri hulu dan hilir, maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah. Akibatnya terjadi keterbatasan berproduksi barang setengah jadi, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antar daerah, serta ketergantungan ekspor pada bahan baku dan penolong.

Selama ini, lemahnya daya saing produk hasil Industri dalam negeri mengakibatkan produk industri dalam negeri tidak mampu menjadi pilihan bagi konsumen dalam negeri dan luar negeri. Bahkan didalam negeri masyrakat Indonesia masih lebih bangga menggunakan barang produk indusri, misalnya produk manufaktur seperti elektronik rumah tangga kalah bersaing dengan produk impor. Apalagi hal tersebut diperburuk dengan banyaknya produk impor ilegal. Contoh lain, di pasar internasional produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan kayu Indonesia kalah bersaing dengan produk dari China dan negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Hal tersebut terjadi sebelum era MEA 2015, lalu bagaimana apabila MEA sudah diberlakukan?

Perkembangan Kinerja Sektor Industri Manufaktur
Industri Manufaktur (Pengolahan) terdiri dari dua bagian besar yaitu Industri Manufaktur Migas dan Industri Manufaktur Non Migas. Industri Manufaktur Migas terdiri dari Industri Pengilangan Minyak Bumi dan Industri Gas Alam Cair (LNG), sedangkan Industri Manufaktur Non Migas terdiri dari Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki, Industri Kayu dan Produk Lainnya, Industri Produk Kertas dan Percetakan, Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet, Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam, Industri Logam Dasar Besi dan Baja, Industri Peralatan, Mesin dan Perlengkapan Transportasi, dan Produk Industri Pengolahan Lainnya.

Sampai dengan Desember 2013, kinerja Sektor Industri Manufaktur selama ini belum optimal karena sektor Industri belum memaksimalkan utilisasi produksi yang dimilikinya. Tercatat rata-rata utilisasi produksi dari tahun 2008 sampai dengan September 2013 hanya sekitar 70 persen. Pada dasarnya tinggi rendahnya tingkat utilisasi produksi ditentukan oleh kemampuan internal industri dalam menggunakan sumber dayanya dan seberapa besar permintaan masyarakat (baik domestik, maupun luar negeri) atas produk-produk industri tersebut.

Perkembangan Realisasi Investasi Industri

Penanaman Modal di Indonesia dibagi menjadi dua sumber yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam setiap sumber tersebut dibagi menjadi tiga sektor besar dalam pengelompokkannya. Pertama, Sektor Primer yang terdiri atas Sektor Tanaman Pangan dan Perkebunan, Sektor Peternakan, Sektor Kehutanan, Sektor Perikanan, dan Sektor Pertambangan. Kedua, Sektor Sekunder yang terdiri atas Sektor-sektor Industri Manufaktur antara lain Industri Makanan, Industri Tekstil, Industri Barang dari Kulit dan Alas Kaki, Industri Kayu, Industri Kertas dan Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi, Industri Karet dan Plastik, Industri Mineral Non Logam, Industri Logam, Mesin dan Elektronik / Metal, Industri Instrumen Kedokteran, Presisi dan Optik dan Jam, Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain, dan Industri Lainnya. Ketiga, Sektor Tersier yang terdiri atas Sektor Listrik, Gas dan Air,Konstruksi, Perdagangan dan Reparasi, Hotel & Restoran, Transportasi, Gudang dan Komunikasi, Perumahan, Kawasan Ind dan Perkantoran, Jasa Lainnya.

Perkembangan Kredit Perbankan
Meskipun sektor Industri merupakan sektor ekonomi yang paling besar dalam konstribusi terhadap PDB Nasional, yaitu sekitar 25 persen, ternyata tidak otomatis membuat kredit/pembiayaan yang diberkan oleh perbankan pada sektor ini juga yang paling besar. Hal tersebut dapat dilihat dengan tercatatnya total kredit yang diberikan oleh perbankan pada sektor ini di September 2013 hanya mencapai Rp. 543 triliun (17,24 persen) atau dibawah kredit yang diberikan oleh perbankan pada Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang mencapai Rp.620 triliun (19,7 persen). Padahal konstribusi Sektor Perdagangan Besar dan Eceran terhadap PDB Nasional hanya mencapai sekitar 14 persen. 

Seiring terus bertumbuhnya perekonomian Indonesia, pertumbuhan (YoY) jumlah kredit yang diberikan oleh perbankan pada sektor Industri setiap triwulannya terus meningkat, meskipun tingkat pertumbuhannya sempat turun di Triwulan I 2013 dan Triwulan II 2013 dimana tingkat pertumbuhan hanya mencapai 26,5 persen dan 24,9 persen. Pada September 2013, tingkat pertumbuhan jumlah kredit meningkat tajam ke 29,1 persen sehingga total kredit yang diberikan mencapai Rp.543 triliun yang posisi September 2012 hanya sebesar Rp.420 triliun. Share kredit sektor Industri ini terhadap total kredit sektor ekonomi setiap tahunnya memiliki tren yang terus meningkat.

Disisi lain, rasio NPL kredit Sektor Industri secara nasional pada September 2013 sebesar 1,79 persen. Namun jika dilihat secara keseluruhan, maka rasio NPL kredit sektor Industri dari Triwulan III-2011 – Triwulan III-2013 menunjukkan tren menurun setelah rasio NPL kredit sektor Industri sempat lebih dari 4 persen di awal tahun 2011 akibat tekanan kondisi makroekonomi Domestik dan Global yang melanda dari tahun 2009.

Kesimpulan

Setidaknya ada dua cabang Industri yang perlu menjadi perhatian Pemerintah di tahun 2014, yaitu Industri Kayu dan Industri Produk Kertas dan Percetakan. Karena dua cabang Industri tersebut dari tahun 2008-September 2013 memiliki trend pertumbuhan yang menurun padahal dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia dan mampu dikelola dengan baik kedua Industri tersebut bisa menjadi competitive advantages yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sedangkan, cabang industri yang masih prosepektif di tahun 2014 adalah Industri Peralatan, Mesin dan Perlengkapan Transportasi, Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet, dan Industri Logam Dasar Besi dan Baja. Karena cabang industri tersebut dari tahun 2008-September 2013 memiliki trend pertumbuhan yang positif dan rata-rata pertumbuhannya masih relatif tinggi.
  

---00---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Linear Probability Model (LPM), Logit Model, dan Probit Model (Normit Model) dengan STATA (2011)

Random Effect Model (REM)

Ordinary Least Square (OLS) dengan STATA (2011)