Terwujudnya Pelayanan Publik berupa Barang dan Jasa yang Kompetitif dan Profesional (2009) - Part2

Upaya Perbaikan Pelayanan Publik di Indonesia

Upaya Perbaikan Pelayanan Publik atas jasa

  1. Reinventing Government  dan Optimalisasi Pelayanan [1]
Gagasan Reinventing Government yang dicetuskan oleh David osborne dan Ted Gaebler (1992) adalah gagasan mutakhir yang mengkritisi dan memperbaiki konsep-konsep dan teori-teori klasik untuk optimalisasi pelayanan publik. Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi dan mengoptimalisasi pelayanan publik. Adapun 10 prinsip tersebut adalah:
Pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, jika pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak. Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh).
Kedua, pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat.
Ketiga, pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya menyebabkan resources pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif.
Keempat, pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan. Artinya, pemerintahan yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien. Karena dengan mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.
Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan. Artinya, bila lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar anggaran dan tingkat otoritas.
Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan boirokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain.
Ketujuh, pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan. Artinya, sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik dengan dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut. Dengan melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan biaya untuk public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayai inoasi-inovasi di bidang pelayanan publik yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.
Kedelapan, pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Artinya, pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran.
Kesembilan, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya, pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling diperlukan.
Dan prinsip yang kesepuluh adalah pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok masal barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.[2]

  1. Pembentukan Komisi Kepegawaian untuk Mereformasi Birokrasi
 Salah satu yang menyumbangkan atas permasalahan buruknya pelayan Publik di Indonesia baik barang dan jasa adalah banyaknya para aparatur – aparatur pemerintah atau PNS tidaklah berkerjseacara profesionalisme maka merelesaikan Gagasan pembentukan komisi kepegawaian untuk mereformasika Birokrasi dijalankan. Gagasan tersebut , yang mana merupakan salah satu hasil penelitian The Habibie Center yang disampaikan dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2005 dan Perspektif Awal Tahun 2006,pernah dicetuskan oleh Direktur Program dan Riset The Habibie Center Dr Dewi Fortuna Anwar.


IV.2. Upaya Perbaikan Pelayanan Publik atas barang

1.      Pemantauan dan Perbaikan Barang Publik
Pemantauan dan Perbaikan atas Barang publik yang telah ada sanagatlah dibutuhkan, mengingat dana yanf dikeluarkan atas pembuatan barang tersebuat tidakalah murah. Selaian itu, jika kondisi barang publik tidak baikan atau rusak, maka akan mempengaruhi produktivitas perekonomian negara tersebut.

2.      Transparansi seleksi atas penyedian barang publik

Dengan Transparansi seleksi atas penyediaan barang publik diharapakan dalam pengadaan barang publik tidak terjadi kecurangan – kecurangan seperti Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), yan semua itu dapat merugikan negara dan perekonomian. Barang publik yang sediakan dapat menghabiskan biaya tinggi, namun nilai keguanan serta kualitas yang dirasakan sanagatlah rendah.
   
Kesimpulan

Pelayanan publik atas barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah haruslah kompetitif dan profesional. Kompetitif berarti barang publik dalam pelayanan dan kegunaanya terhadap pelaku bisnis dan masyarakat dapat berkompitisi dengan barang private yang disediakan oleh swasta. Prefesional berarti barang publik dalam pengadaannya harus menggunakan pendekatan organisatif dan sistemastis. Dalam penerapannya, barang publik yang kompetitif dan profesional haruslah diterapkan di segala sektor, baik sektor yang sifatnya pelayanan umum berupa jasa ataupun berupa barang, agar dapat terwujud secara menyeluruh dan komprehensif.  
Dalam pelayanan publik, kita harus ingat, bahwa Pemerintah sanalah seperti Organisasi publik, yang mana Organisasi publik dibuat oleh publik, untuk publik, dan karenanya harus bertanggung jawab kepada publik. Barang publik secara umum diartikan berdasarkan tingkat dua karakteristik utama yang dimilikinya : (1) konsumsi bersama (non rivalry) dan (2) non eksklusif
Kondisi Pelayanan publik Di Indonesia yang masih belum dikatagorikan baik ini, turut menyumbang lemahnya pertembuhan ekonomi di tanaha air, dari sisi anti Kompetisi, lisensi Bisnis dan Izin Usaha, Korupsi, Pungutan Liar. Indonesia diantara negara – neagra lainnya bukanlah termassuk dalam katagori yang dapat di contoh. Dalam hal penyediaan barang publik, jangan membedakan anatara pelayanan barang publik yang langsung mempengaruhi perekonomian denga yang tidak langsung, karena negara ini tidaklah dibangun dan berjalan 10 atau sampai 100 tahun saja.
Reinventing Government yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler menemukan titik relevansinya dalam konteks optimalisasi pelayanan publik. 10 prinsip yang terkandung di dalamnya, yakni pemerintah seharusnya lebih berfungsi mengarahkan ketimbang mengayuh, memberi wewenang ketimbang melayani, menyuktikkan persaingan (kompetisi) dalam pemberian pelayanan.
Dalam hal, memantau serta meningkatkan kinerja dari aparatur pemeritaha maka Pembentukan Komisi Kepegawaian untuk Mereformasi Birokrasi perlu dilaksanakan. Dan untuk memperbaiki kualitas dan menekan biaya atas penyediaan baranf publik maka perlu adanya pemantauan serta transparansi dalam penyediaan arang publik.
 
Daftar Pustaka

ü  David osborne dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi: Lima Strategis Menuju Pemerintahan Wirausaha, terj. Abdul Rasyid dan Ramelan, Jakarta: PPM, 2000.

ü  Ahmad Zaenal Fanani, SHI “Optimalisasi Pelayanan publik; Persepektif David Osborne dan Ted Gaebler”

ü  Inu Kencana Syafi'i, dkk., Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Rineka cipta, 1999.

ü  World Bank, (2007), Indonesia Public Expenditure Review, Conference Edition.

ü  I Wayan Sudana, “Mewujudkan birokrasi yang menegdepankan Etika Pelayanan publik”.

ü  Stiglitz, Joseph E. Economics of The Public Sector, New York : W.W. Norton & Company, 2000.

ü  http://www.antikorupsi.org/docs/risetpelayananumum2000.pdf



[1] Ulasan 10 Prinsip Reinventing Government Ini Secara Utuh Bisa Dilihat Dalam David Osborne Dan Ted Gaebler, Reinventing; Atau Terjemahannya Mewirausahakan, Hlm. 29-343. Sebagai Bahan Pelengkap Juga Baca David Osborne Dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, Terj. Abdul Rasyid Dan Ramelan, Jakarta: Ppm, 2000.- Optimalisasi Pelayanan Publik: Perspektif David Osborne Dan Ted Gaebler Oleh: Ahmad Zaenal Fanani, Shi., M.Si
[2] ibid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Linear Probability Model (LPM), Logit Model, dan Probit Model (Normit Model) dengan STATA (2011)

Random Effect Model (REM)

Pooled Least Square (PLS)